Shalat sunnah qobliyah shubuh atau shalat sunnah Fajar yaitu dua raka’at sebelum pelaksanaan shalat Shubuh adalah di antara shalat rawatib. Yang dimaksud shalat rawatib adalah shalat sunnah yang dirutinkan sebelum atau sesudah shalat wajib. Shalat yang satu ini punya keutamaan yang besar, sampai-sampai ketika safar pun, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam terus menerus menjaganya. Bahkan ada keutamaan besar lainnya yang akan kita temukan.
Dalam Shahih Muslim telah
disebutkan mengenai keutamaan shalat ini dalam beberapa hadits, juga dijelaskan
anjuran menjaganya, begitu pula diterangkan mengenai ringkasnya Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dalam melakukan shalat tersebut.
Shalat Sunnah Fajar dengan
Dua Raka’at Ringan
Dalil yang menunjukkan bahwa shalat
sunnah qobliyah Shubuh atau shalat Sunnah Fajar dilakukan dengan raka’at yang
ringan, adalah hadits dari Nafi’, dari Ibnu ‘Umar yang berkata bahwa Ummul
Mukminin Hafshoh pernah mengabarkan,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا سَكَتَ الْمُؤَذِّنُ مِنَ الأَذَانِ لِصَلاَةِ
الصُّبْحِ وَبَدَا الصُّبْحُ رَكَعَ رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ قَبْلَ أَنْ
تُقَامَ الصَّلاَةُ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dahulu diam antara adzannya muadzin hingga shalat Shubuh. Sebelum
shalat Shubuh dimulai, beliau dahului dengan dua raka’at ringan.” (HR.
Bukhari no. 618 dan Muslim no. 723).
Dalam lafazh lain juga menunjukkan
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan shalat Sunnah
Fajar dengan raka’at yang ringan. Dari Ibnu ‘Umar, dari Hafshoh, ia mengatakan,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- إِذَا طَلَعَ الْفَجْرُ لاَ يُصَلِّى إِلاَّ رَكْعَتَيْنِ
خَفِيفَتَيْنِ
“Ketika terbit fajar Shubuh,
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidaklah shalat kecuali dengan dua
raka’at yang ringan” (HR. Muslim no. 723).
‘Aisyah juga mengatakan hal yang sama,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ إِذَا سَمِعَ الأَذَانَ
وَيُخَفِّفُهُمَا
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam setelah mendengar adzan, beliau melaksanakan shalat sunnah dua
raka’at ringan” (HR. Muslim no. 724).
Dalam lafazh lainnya disebutkan
bahwa ‘Aisyah berkata,
كَانَ رَسُولُ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- يُصَلِّى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ فَيُخَفِّفُ حَتَّى إِنِّى
أَقُولُ هَلْ قَرَأَ فِيهِمَا بِأُمِّ الْقُرْآنِ
“Rasulullah shallallahu ‘alaihi
wa sallam dahulu shalat sunnah fajar (qobliyah shubuh) dengan diperingan.
Sampai aku mengatakan apakah beliau di dua raka’at tersebut membaca Al Fatihah?”
(HR. Muslim no. 724).
Imam Nawawi menerangkan bahwa hadits
di atas hanya kalimat hiperbolis yaitu cuma menunjukkan ringannya shalat Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam dibanding dengan kebiasaan beliau yang biasa memanjangkan
shalat malam dan shalat sunnah lainnya. Lihat Syarh Shahih Muslim, 6: 4.
Dan sekali lagi namanya ringan juga
bukan berarti tidak membaca surat sama sekali. Imam Nawawi rahimahullah
berkata, “Sebagian ulama salaf mengatakan tidak mengapa jika shalat sunnah
fajar tersebut dipanjangkan dan menunjukkan tidak haramnya, serta jika
diperlama tidak menyelisihi anjuran memperingan shalat sunnah fajar. Namun
sebagian orang mengatakan bahwa itu berarti Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidak membaca surat apa pun ketika itu, sebagaimana diceritakan dari
Ath Thohawi dan Al Qodhi ‘Iyadh. Ini jelas keliru. Karena dalam hadits shahih
telah disebutkan bahwa ketika shalat sunnah qobliyah shubuh, Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam membaca surat Al Kafirun dan surat Al Ikhlas setelah
membaca Al Fatihah. Begitu pula hadits shahih menyebutkan bahwa tidak ada
shalat bagi yang tidak membaca surat atau tidak ada shalat bagi yang tidak
membaca Al Qur’an, yaitu yang dimaksud adalah tidak sahnya.” (Syarh Shahih
Muslim, 6: 3).
Rajin Menjaga Shalat
Sunnah Qobliyah Shubuh
Dan shalat sunnah fajar inilah yang
paling Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam jaga, dikatakan pula oleh
‘Aisyah,
أَنَّ النَّبِىَّ -صلى
الله عليه وسلم- لَمْ يَكُنْ عَلَى شَىْءٍ مِنَ النَّوَافِلِ أَشَدَّ مُعَاهَدَةً
مِنْهُ عَلَى رَكْعَتَيْنِ قَبْلَ الصُّبْحِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam tidaklah menjaga shalat sunnah yang lebih daripada menjaga shalat sunnah
dua raka’at sebelum Shubuh” (HR. Muslim no. 724).
Dalam lafazh lain disebutkan bahwa
‘Aisyah berkata,
مَا رَأَيْتُ رَسُولَ
اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فِى شَىْءٍ مِنَ النَّوَافِلِ أَسْرَعَ مِنْهُ إِلَى
الرَّكْعَتَيْنِ قَبْلَ الْفَجْرِ
“Aku tidaklah pernah mendengar
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam mengerjakan shalat sunnah yang lebih
semangat dibanding dengan shalat sunnah dua raka’at sebelum Fajar” (HR.
Muslim no. 724).
Dalil anjuran bacaan ketika shalat
sunnah qobliyah shubuh dijelaskan dalam hadits berikut,
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ
-صلى الله عليه وسلم- قَرَأَ فِى رَكْعَتَىِ الْفَجْرِ (قُلْ يَا أَيُّهَا
الْكَافِرُونَ) وَ (قُلْ هُوَ اللَّهُ أَحَدٌ)
“Sesungguhnya Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wa sallam membaca ketika shalat sunnah qobliyah shubuh
surat Al Kafirun dan surat Al Ikhlas” (HR. Muslim no. 726).
Keutamaannya: Lebih dari
Dunia Seluruhnya
Adapun dalil yang menunjukkan
keutamaan shalat sunnah qobliyah Shubuh adalah hadits dari ‘Aisyah di mana Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
رَكْعَتَا الْفَجْرِ
خَيْرٌ مِنَ الدُّنْيَا وَمَا فِيهَا
“Dua raka’at fajar (shalat sunnah
qobliyah shubuh) lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Muslim no.
725). Jika keutamaan shalat sunnah fajar saja demikian adanya, bagaimana lagi
dengan keutamaan shalat Shubuh itu sendiri.
Dalam lafazh lain, ‘Aisyah berkata
bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbicara mengenai dua raka’at
ketika telah terbih fajar shubuh,
لَهُمَا أَحَبُّ إِلَىَّ
مِنَ الدُّنْيَا جَمِيعًا
“Dua raka’at shalat sunnah fajar
lebih kucintai daripada dunia seluruhnya” (HR. Muslim no. 725).
Hadits terakhir di atas juga
menunjukkan bahwa shalat sunnah fajar yang dimaksud adalah ketika telah terbit
fajar shubuh. Karena sebagian orang keliru memahami shalat sunnah fajar dengan
mereka maksudkan untuk dua raka’at ringan sebelum masuk fajar. Atau ada yang
membedakan antara shalat sunnah fajar dan shalat sunnah qobliyah shubuh. Ini
jelas keliru. Imam Nawawi mengatakan,
أَنَّ سُنَّة الصُّبْح
لَا يَدْخُل وَقْتهَا إِلَّا بِطُلُوعِ الْفَجْر ، وَاسْتِحْبَاب تَقْدِيمهَا فِي
أَوَّل طُلُوع الْفَجْر وَتَخْفِيفهَا ، وَهُوَ مَذْهَب مَالِك وَالشَّافِعِيّ
وَالْجُمْهُور
“Shalat sunnah Shubuh tidaklah
dilakukan melainkan setelah terbit fajar Shubuh. Dan dianjurkan shalat tersebut
dilakukan di awal waktunya dan dilakukan dengan diperingan. Demikian pendapat
Imam Malik, Imam Syafi’i dan jumhur (baca: mayoritas) ulama.” (Syarh
Shahih Muslim, 6: 3).
Moga
kita semakin semangat beramal sholih. Hanya Allah-lah yang memberi taufik
0 komentar:
Posting Komentar